Sabtu, 14 Mei 2011

Anthurium Bandel





Anthurium sebenarnya tanaman yang cukup bandel, karena di habitat aslinya anthurium tumbuh secara liar. Kadangkala tumbuh epifit pada batang pohon, banyak juga yang hidup di sela bebatuan dan tebing yang curam dan tidak sedikit yang terpapar sinar matahari dengan intensitas berlebih. Meskipun anthurium tersebut tumbuh di habitat yang cukup ekstrim untuk ukuran tanaman indoor yang di Indonesia tergolong tanaman hias mewah, namun kondisi itu tidak mengurangi keindahan 'sang raja daun.' Justru terkadang malah menciptakan keunikan baru dari tanaman tersebut, seperti daun menjadi keriting melintir, lebih tebal, semburat kuning dan sebagainya.
Meskipun begitu tidak semua anthurium dapat disama ratakan, namun hal diatas bisa kita gunakan untuk coba-coba biar anthurium kita tidak monoton, kita bikin stress skalian sang daun primadona itu, baik stressing melalui penyinaran, penyiraman, ataupun media. salah satu contohnya adalah koleksi hookeri saya yang saat masih kecil babar blas tidak ada semburat hitam, saya beli dengan harga yang sangat murah sekali untuk ukuran saat itu dengan panjang daun 10 cm, kemudian saya tempatkan di bawah pohon petai, sehingga menerima intensitas sinar matahari yang cukup berlebihan dan terkena hujan langsung, namun sekarang daun menjadi hitam legam layaknya burgundi seperti yang terlihat pada foto, akhirnya saya kasih nama 'si badeng kotot.'
Namun ada juga anthurium koleksi saya yang apes, yaitu jenmanii yang daunnya menjadi robek-robek karena terkena dahan yang rontok, belum lagi diobrak-abrik oleh ayam tetangga. meskipun jenmanii tersebut menjadi berkurang nilai estetikanya, tetapi daunnya menjadi lebih tebal dan berwarna hijau tua serta liukan daun dan urat lebih tegas, batangnyapun menjadi pendek.
Selain penyinaran dan penyiraman yang hanya mengandalkan air hujan, media yang saya pakaipun sembarangan asal coba-coba. Misalnya saya memakai campuran sekam mentah sehingga sering tumbuh tanaman padi kecil di sela-sela pot, pupuk kandang (sapi atau kambing), daun petai yang berguguran, tanah, humus yang saya ambil dari endapan yang menempel pada genting rumah (berasal dari guguran daun berbagai macam tanaman, salah satunya rambutan), daun petai cina yang telah rontok, bahkan kotoran sapi yang ada di jalanpun saya keruk dan saya masukkan ke dalam pot. Pot tanaman juga tidak saya tempatkan di atas pilar beton, melainkan saya taruh di atas tanah, sehingga hewan-hewan kecil sering masuk dan bersaran di dalam pot, seperti cacing tanah, semut, bahkan kaki seribu dan sebagainya.
Saya tidak pernah menggunakan pestisida dan fungisida untuk anthurium koleksi saya, karena memang tidak punya, sehingga jamur dan kutu putihpun tumbuh subur pada daun black pearl kesayangan saya. namun saya tidak pernah risau sama sekali dan tidak juga saya berantas manual, melainkan saya biarkan saja makhluk parasit tersebut, prinsip saya pokoknya asal tanaman inang masih hidup sehat tidak masalah. Bahkan daun anthurium yang masih ada darah beauty menjadi berlubang-lubang karena jamur.
Mungkin cara saya merawat anthurium kelewat ekstrim, namun bukan berarti saya merendahkan martabat anthurium, justru saya ingin anthurium saya hidup sealami mungkin, serta dapat mempertahankan diri menghadapi hama parasit ataupun lingkungan sekitar secara natural, bebas dari bahan kimia yang merusak keseimbangan ekosistem.
Satu lagi yang perlu diperhatikan oleh penghobi anthurium, yaitu mengenai media tanam. Sudah saatnya kita meninggalkan media tanam pakis karena sebenarnya tanaman pakis termasuk tanaman yang dilindungi. Maka sebaiknya kita beralih ke media tanaman lain yang tidak merusak alam. Untuk mendapatkan anthuriumpun sebaiknya tidak lagi mengambil dari hutan langsung, akan lebih baik kalau menangkarkan sendiri. Bilamana perlu kita dapat menyilangkan untuk mendapatkan varian baru, meskipun kadangkala persilangan alami tetap terjadi pada anthurium yang kita pelihara.

Berikut adalah video cara menilangkan anthurium, dapat dilihat pada link ini: Persilangan Anthurium

Persilangan dapat memunculkan varian baru yang kadang berbeda dengan induknya, dan tak jarang pula hampir mirip dengan induknya. Dalam satu tongkol dipastikan akan mendapatkan anakan yang berbeda-beda.






Jika kita beruntung, kita dapat mendapatkan anakan yang daunnya hitam mengkilap, ngelis bahkan varigata.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para anthuriumania, ciptakanlah varian-varian terbaru, tingkatkan keindahan abadi sang raja daun, namun hormatilah alam. Terimakasih. (komar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar