Minggu, 13 Januari 2013

Jangan Rampas Hak Bermain Anak

Usia kanak-kanak hingga remaja memang usia bermain. Sebagai orang tua di rumah, bolehlah melatih anak untuk melakukan pekerjaan tertentu namun jangan sampai membebani anak, apalagi mengeksploitasi anak. Sebagai orang tua kedua di sekolah, bolehlah guru memberikan tugas-tugas, namun jangan sampai juga memperkosa hak anak untuk bermain.
Jika kita amati di sekitar kita, masih banyak anak-anak yang rela bekerja membanting tulang demi mendapatkan rupiah, baik sekedar untuk uang jajan, membantu orang tua, membiayai sekolah, sampai adapula yang dijadikan mesin penghasil uang oleh oknum-oknum tertentu. Apabila memang karena desakan ekonomi, hal tersebut masih dapat dimaklumi. Namun kita miris jika anak-anak tersebut dimanfaatkan oleh seseorang untuk "diperas", apalagi hingga mereka meninggalkan bangku sekolah, mereka kehilangan haknya untuk menuntut ilmu, bahkan untuk mendapatkan kebahagiaan bermain, seperti anak-anak lain seusianya. Itulah gambar kelam anak-anak yang bernasib kurang beruntung.
Coba sekarang kita amati anak-anak yang bernasib lebih mujur, yang dapat bersekolah tiap hari tanpa harus memikirkan 'masihkah bisa makan esok hari?' Masih saja ada pelajar yang membolos, meninggalkan jam pelajaran tertentu, dan ada pula kasus besar seperti kesurupan, bahkan stress. Memang banyak faktor yang bisa menyebabkan pelajar berperilaku seperti itu, namun kali ini saya akan membahas  mengenai terrampasnya hak bermain pelajar.
Kita lihat saja, tiap hari pelajar disuguhi oleh pelajaran-pelajaran yang barangkali bagi mereka kurang menarik bahkan dibenci dan tidak tahu di kemudian hari akankah berguna pelajaran tersebut. Tiap hari pula mereka disuguhi tugas-tugas rumah, yang apabila tidak mengerjakan pastinya ada hukuman. Belum lagi Seminggu sekali mereka wajib mengikuti kegiatan Pramuka yang cukup menyita waktu, tenaga dan pikiran, pulangnya pun sore hari, untuk anak pedesaan mereka harus rela jalan kaki berkilo-kilo meter hingga mghrib baru sampai rumah. Belum lagi mereka harus mengikuti pelajaran tambahan yang kadang dilaksanakan sebelum KBM biasa (jam ke-0), kadang juga setelah KBM biasa, agar ujian nasional bisa lulus, padahal untuk musim hujan kali ini curah hujan cukup tinggi, sehingga merekapun harus rela berbasah-basahan. Belum lagi di rumah disuguhi perang mulut antara kedua orang tua, itu masih mendingan, karena tidak sedikit pula yang orang tuanya entah berada di mana. Belum lagi malamnya setelah mengerjakan PR mereka harus begadang mengikuti kegiatan mujahadah yang diselenggarakan oleh ponpes bagi pelajar yang mondok. Bahkan tak jarang ada yang begadang karena ronda malam, untuk mengantikan orang tuanya yang berhalangan.
Kita tidak bisa mengurangi jumlah pelajaran yang ada pada kurikulum, kita tidak bisa menghapuskan kegiatan Pramuka, kita tidak bisa menghapuskan UN, namun sebagai orang tua kita bisa memanfaatkan sedikit waktu luang untuk merefresh kejenuhan pikiran anak-anak kita. Tentunya dengan kegiatan-kegiatan positif tapi tetap menyenangkan. Misalnya jajan bakso bareng sambil ngobral ngobrol, main bola bareng sambil hujan-hujanan dsb.
Sebagai orang tua kedua, gurupun harus bisa membuat siswanya menyukai apa yang disampaikan. Meski sesulit apapun mata pelajaran yang diampu, jika siswa menyukai, maka akan lebih mudah menyerap. Semudah apapun pelajaran, jika tidak suka, maka otak akan berusaha menolak. Agar siswa suka terhadap proses KBM sebuah mata pelajaran, maka terlebih dahulu seorang guru harus bisa disukai oleh siswa, bukan karena mudah dibohonginya, bukan karena mudah dirayunya, bukan karena murah nilainya, bukan karena sering meninggalkan kelasnya, namun karena bagus kepribadiannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar